Monthly Archives: January 2014

Kejadian kemarin ketemu profesor yang pas dan berkah

Kejadian kemarin ketemu profesor yang pas dan berkah. Saya ketemu profesor waktu saya sore-sore mau keluar ke IOA untuk menanyakan prosedur administrasi kepulangan kembali. Kebetulan dokumen nilai akhir ujian oral terakhir saya bawa di tas yang saya cangklong. Beliau saya sapa, terus saya utarakan problem saya bahwa terjadi salah hitung rata-rata hasil ujian lisan. Lima penguji memberi nilai 91, tapi ada satu penguji yang ketlingsut nilainya yang ternyata setelah saya hubungi memberi nilai 95. Sementara itu kertas laporan hasil akhir sudah ditulis rata-ratanya 91. Sehingga rata-rata yang perlu direvisi kalau nilai 95 harus dimasukkan. Rata-rata yang baru harusnya adalah 91 + 4/6 = 91,67.

Begitulah sore itu di perempatan jalan setapak belakang perpustakaan NCU yang baru Beliau merevisi nilai akhir rata-rata. Nilai 91 lebih itu aselinya bagi saya terlalu tinggi dari realita tesis yang sudah saya tulis dan diuji. Saya menganggap nilai itu sebagai kepercayaan para penguji kepada saya untuk bisa berkembang ketika saya sudah lulus dan menapaki kembali dunia nyata. Lha wong dunia nyata esensinya kay ya tetap seperti sekolahan yang akan mengantarkan kita untuk terus menyerap sinar-sinar terang yang berkerlap-kerlip gemerlapan di sekitar kita.

Selesai Beliau tanda tangani saya langsung meluncur ke Department OFFICE untuk menyerahkan nilai akhir rata-rata itu. Alhamdulillah, ini benar-benar sesuai janji saya ketika akhir bulan selesai ujian aku menyerahkan nilai akhir itu dan petugas di sana menghitung ulang lalu ketahuan rata-ratanya keliru, lalu petugas minta untuk membetulkannya.

Selesai dari department office, aku langsung meluncur ke IOA menanyakan prosedur selesai studi. Tapi tadi Ema masih kesulitan sehingga Beliau meminta aku untuk ke sana kembali pada hari Senin.

Pulang dari OIA aku melihat lagi Prof ku berjalan kaki kembali pulang ke rumah dinas Beliau. Aku kejar lagi dan aku temui di depan rumah. Aku melapor Beliau untuk membawakan cendera mata dan akan kembali lagi ke situ sepuluh menit kemudian. Dan akhirnya aku berhasil menyerahkan cendera mata kepada Beliau. Selalu, BEliau berpesan untuk tidak melepas hubunganku dengan Beliau ketika aku nanti sudah kembali lagi di Indonesia.

[terasa benar waktu nulis cerita ini aku merasa wagu; flow ku kurang bisa mengalir dengan natural; sepertinya beda deh dengan waktu dulu aku masih gemar menulisi blog ini … semoga bisa istiqomah kembali untuk menulis catatan harian di sini, sehingga aku bisa mengalir lagi dengan alami dan lancar.]

Alhamdulillah, saya baru ingat kemarin ini, kalau saya menge-blog di sini

Alhamdulillah, saya baru ingat kemarin ini, kalau saya menge-blog di sini, dan tidak tanggung-tanggung. Ternyata koleksi tulisanku sudah sangat banyak!

Baru saja sudah saya baca balik/ulang, dan baru sampai di sini https://nurmayafifani.wordpress.com/2010/05/31/batas-capek-pedih-sedih-dsb-sampai-di-manakah/, belum selesai di permulaan blog saya.

Ternyata blog ini adalah koleksi lama. Telah terputus lama, dan saya tidak menuangkan ide-ide, perasaan-perasaan saya ke sini secara rutin. Padahal kerutinan itu perlu. Regularity itu perlu, meski sedikit-sedikit. Mudah-mudahan kemampuan menulis saya tidak terkikis gara-gara saya lalai dalam mempraktikkan regularity.

Anehnya, dari membaca ulang, saya heran dengan kemampuan saya dalam menulis dan mengungkapkan problem-problem saya dalam bentuk tulisan. Saya menyangsikan, saya kah yang menulis semua itu? Iya, saya.

 

 

 

Malam ini malam Jumat pertama tahun baru 2014, masih membaca Maulid

Setelah diingatkan Bib Nizar untuk baca maulid, malam jumat ini adalah malam jumat ketiga, apa keempat, apa kelima, apa ke berapa, saya tidak menghitungi, tapi mudah-mudahan akan senantiasa terus istiqomah untuk membaca maulit kanjeng rosul saw. Yang saya baca adalah maulid yang paling pendek, kata Bib Nizar, yakni maulid ini >mawlid-adh-dhiyaul-lami’-alhabibomar.com.pdf<.

Kitab PDF tersebut dapat diunduh di Internet.

Bagi sementara kalangan yang mengkonter baca maulid ya dipersilakan. Soalnya aku dulu di masa lalu, ketika aku masih keluar masuk kesana kemari aku juga sudah pernah ke mana-mana. Bahkan ketika aku dulu kos bertetangga mepet pas dengan Masjid, aku sempat berinteraksi dengan para muslim yang diinstali dengan berbagai memori dari A sampai Z. Ada yang dari Jamaah Tabligh, ada yang dari Hizbut Tahrir, ada yang dari Salafi, ada, ada, ada, sudah lah, komplet plet.

Dan resultante terakhir yang terjadi pada diriku sampai detik ini adalah, aku sedang mengistikomahkan untuk membaca Maulid.